MAHALLUL QIYAM
Pengertian Mahallul Qiyam
Dalam pembahasan ini mahallul qiyam ialah pembacaan shalawat oleh para kaum muslimin/ muslimat dalam suatu perkumpulan/ pertemuan, kemudian sewaktu lantunan bacaan shalawat mereka ini sampai pada sya’ir tertentu, mereka berubah posisi yang sedianya dalam posisi duduk, mereka langsung berdiri dan bersikap lebih khusyu’ dalam membaca shalawat nabi.
Hal ini kita bahas karena ada sebagian komunitas muslim yang berseberangan faham dengan kita melontarkan tuduhan untuk warga Nahdliyyin bahwa mahallul qiyam itu tidak ada pedoman dalilnya, termasuk bid’ah dlalalah dan harus dibrantas.
Apa Tujuan Orang-Orang Membaca Shalawat dengan Posisi Berdiri?
Salah satu tujuan membaca shalawat itu adalah untuk mengagungkan Nabi agung Muhammad SAW. dalam Islam, cara mengagungkan seseorang itu bisa diwujudkan dengan beraneka ragam cara. Salah satu caranya adalah dengan berdiri. Dalil yang kita ambil sebagai dasarnya adalah sebuah hadist yang ditulis oleh Sayyid Muhammad Al-Alawi dalam kitabnya Haulal Ihtifal bi Dzikral Maulid :
ورد فى الحديث المتفق عليه قوله صلى الله عليه وسلم خطابا للأنصار : قُوْمُوْا إِلَى سَيِّدِكُمْ (الْحَدِيْثَ) وَهَذَا الْقِيَامُ كَانَ تَعْظِيْمًا لِسَيِّدِنَا سَعْدٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ.
Artinya : “Diriwayatkan dalam sebuah hadist yang muttafaq alaih sabda nabi SAW. untuk para sahabat Anshor : Berdirilah kamu untuk menghormati pemimpinmu” (Al-Hadist) perintah nabi agar mereka berdiri ini semata-mata untuk menghormati sahabat Sa’ad ra.”
Logikanya jika untuk menyambut kedatangan sahabat Sa’ad ra. saja kaum Anshor diperintah oleh Nabi agar berdiri, tentu berdiri untuk menghormati Nabi lebih layak dilakukan sebagai ekspresi dari bentuk penghormatan yang sempurna.
Jadi apabila ada pelaksanaan berbagai acara (walimahan atau pertemuan) yang mana dalam acara tersebut dibacakan shalawat dan ada mahallul qiyam, kemudian kita berdiri, maka hal itu tidak ada maksud lain kecuali mengagungkan Nabi kita Muhammad SAW.
Pendapat Para Ulama Ahlussunnah Tentang Berdiri Dengan Niat Menghormati Seseorang Atau Ketika Membaca Shalawat
- Dalam kitab syarah Muslim, Imam Muhyiddin An-Nawawi menyatakan :
الْقِيَامُ لِلْقَادِمِ مِنْ أَهْلِ الْفَضْلِ مُسْتَحَبٌّ، وَقَدْ جَاءَ أَحَادِيْثُ وَلَمْ يَصِحَّ فِي النَّهْيِ عَنْهُ شَيْءٌ.
Artinya : “Berdiri untuk menyambut kedatangan orang yang mempunyai keutamaan itu dianjurkan. Ada beberapa hadist yang menerangkan hal itu. Tidak ada dalil yang secara jelas menyatakan pelarangan hal tersebut”.
- Dalam kitab Al-barzanji, Imam Al-Arif billah As-Sayyid Ja’far menyatakan :
هَذَا وَقَدِ اسْتَحْسَنَ الْقِيَامَ عِنْدَ ذِكْرِ مَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ أَئِمَّةٌ ذَوُوْا رِوَايَةٍ وَرَوِيَّةٍ. فَطُوْبَى لِمَنْ كَانَ تَعْظِيْمُهُ صلى الله عليه وسلم غَايَةَ مَرَامِهِ وَمَرْمَاهُ.
Artinya : “Demikianlah para imam ahli riwayat hadist menganggap baik berdiri ketika di sebutkan sejarah maulid nabi yang mulia. Alangkah untungnya orang yang mengagungkan Nabi SAW. dan menjadikan hal itu sebagai puncak tujuan hidupnya”.
- Dalam kitab Haulal Ihtifal Dzikril Maulid, Sayyid Alawi Al Maliki menyatakan :
فَالنَّاسُ يَقُوْمُوْنَ احْتِرَامًا وَتَقْدِيْرًا لِهَذَا التَّصَوُّرِ الْوَاقِعِ فِي نُفُوْسِهِمْ عَنْ شَخْصِيَّةِ ذَلِكَ الرَّسُوْلِ الْعَظِيْمِ مُسْتَشْعِرِيْنَ الْمَوْقِفِ وَعَظَمَةِ الْمَقَامِ وَهُوَ أَمْرٌ عَادِيٌّ كَمَا تَقَدَّمَ، وَيَكُوْنُ اسْتِحْضَارُ الذَّاكِرِ ذَلِكَ مُوْجِبًا لِزِيَادَةِ تَعْظِيْمِهِ صلى الله عليه وسلم.
Artinya : “Orang-orang berdiri untuk memuliakan dan mengekspresikan perasaan hati mereka tentang pribadi sang Rasul dengan segala kemuliaan dan keagungannya, demikian itu adalah hal yang biasa dan bisa lebih mengkonsentrasikan perasaan seseorang dalam mengagungkan Rasulullah SAW.”
Kemudian pada halaman lain dalam kitab yang sama, Sayyid Alawi juga menyatakan :
إِنَّهُ جَرَى عَلَيْهِ الْعَمَلُ فِي سَائِرِ الْأَقْطَارِ وَالْأَمْصَارِ، وَاسْتَحْسَنَهُ الْعُلَمَاءُ شَرْقًا وَغَرْبًا، وَالْقَصْدُ بِهِ تَعْظِيْمُ صَاحِبِ الْمَوْلِدِ الشَّرِيْفِ صلى الله عليه وسلم، وَمَا اسْتَحْسَنَهُ الْمُسْلِمُوْنَ فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ، وَمَا اسْتَقْبَحُوْهُ فَهُوَ عِنْدَ اللهِ قَبِيْحٌ.
Artinya : “Sungguh di berbagai daerah dan beberapa kota telah berlaku amalan ini (berdiri ketika pembacaan kisah maulid Nabi SAW) dan hal ini di anggap baik oleh para ulama di dunia timur dan barat, tujuan amalan mereka adalah untuk menghormati kelahiran Nabi Muhammad SAW. apa saja yang dianggap baik oleh mayoritas kaum muslimin ini, maka hal itu baik di hadapan Allah SWT. dan apa saja yang dianggap jelek oleh mereka, maka hal itu jelek dihadapan Allah SWT.
Hukum Membaca Shalawat Dengan Posisi Berdiri (Mahallul Qiyam)
Setelah beberapa uraian tentang mahallul qiyam diatas, maka dari hasil pembahasan tersebut, bisa di ambil kesimpulan hukumnya : bahwa sebagai salah satu bentuk penghormatan, berdiri untuk menyambut kedatangan orang terhormat itu di anjurkan, maka dari itu berdiri untuk menghormati Nabi SAW. ketika membaca shalawat tentu lebih dianjurkan.
Sedangkan apa yang di tuduhkan oleh kaum wahabi, bahwa dengan sikap itu kaum muslimin terperosok dalam kemusyrikan, karena telah mengkultuskan nabinya, maka tuduhan itu salah besar. Karena menurut doktrin ahlussunnah wal jama’ah, bahwa sikap ta’dhim itu belum tentu menuhankan, buktinya Allah SWT. memerintahkan para malaikat dan iblis agar bersujud kepada Nabi Adam ‘alaihissalam seluruh malaikat patuh pada perintah Allah akan tetapi iblis karena kesombongannya tidak mau bersujud kepada Nabi Adam yang pada akhirnya iblis di laknat oleh Allah selama-lamanya.
Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
Ahad Hari Pertama Diciptakanya Dunia
Mengapa Jumlah Hari Ada 7? Di Indonesia, nama-nama hari yang berjumlah 7 yaitu: Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum'at, Sabtu, dan Minggu (Ahad). Sejarah menuliskan, bahwa penamaan tersebu
Ihwal Penyebutan Alaa Sayyidinaa Ibraahiim Dalam Tahyat Akhir
almasda.or.id- Materi dasar ibadah salat yang biasanya terangkum dalam kitab fikih ibadah praktis, terlebih dahulu akan mengenalkan hal-hal yang termasuk dalam syarat wajib salat, syara
Beberapa Hal yang Berkaitan dengan Nishfu Sya'ban
Definisi Nishfu Sya’ban Kata “Nishfu” adalah bahasa Arab yang artinya : separo, sedangkan kata “Sya’ban” berasal dari bahasa Arab yang artinya