Seputar Maulid Nabi SAW Sejarah, Makna, dan Esensi Peringatannya
‘Maulid’ / ‘Maulud’ –begitu umat Islam menyebutnya– merupakan salah satu dari 7 hari besar Islam (Tahun Baru Hijriah, Maulid Nabi Muhammad ., Isra’ Mi’raj, Nuzulul Qur’an, Lailatul Qadr, Idul Fitri, dan Idul Adha). Maulid/ maulud dalam bahasa Indonesia diartikan dengan kelahiran/ hari lahir (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Meski kedua kata tersebut sama-sama berasal dari kata وَلَدَ, bentukan wazan fi’il madhi فَعَلَ , namun keduanya memiliki makna yang berbeda.
Kata ‘Maulud’ cenderung lebih populer di kalangan etnis Jawa. Mereka menggunakan istilah ‘maulud’ –dibaca mulud– sebagai pengganti dari salah satu nama bulan hijriah: ‘Rabi’ul Awwal’. Yang demikian diambil dari salah satu peringatan Agung yang ada dalam bulan tersebut.
Dikutip dari terjemah kitab Masail Katsuro Haulaha an-Niqosy wa al-Jidal, Syeikh As-Sayyid Zainal Al Sumaith mendefinisikan Maulid Nabi Muhammad sebagai : “Memperingati hari kelahiran Rasulullah dengan mengenang kisah hidupnya, kemuliaan, serta mukjizat yang ada padanya, sebagai bentuk mengagungkan kedudukan serta kegembiraan atas kelahirannya.”
Perayaan Maulid Nabi jatuh pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal penanggalan Hijriah. Sesuai kapan Rasulullah ﷺ dilahirkan. Sebagaimana kisah singkat kelahiran Rasulullah ﷺ yang dihimpun oleh Syeikh ‘Umar ‘Abd Jabbar dalam salah satu kitabnya yang sering dikaji oleh santri awaliyah di pondok pesantren salaf:
ولد صلى الله عليه وسلم بمكة يوم الإثنين : الثانى عشر من ربيع الأول، عام الفيل
(Khulashoh Nur al-Yaqin Fii Siiroh Sayyid al-Mursalin, Duur Awal bab 3)
Dalam sumber yang lain disebutkan bahwa Rasulullah dilahirkan pada tanggal 9 Rabi’ul Awwal bertepatan dengan 20 atau 22 April tahun 571 Masehi. Pernyataan demikian didasarkan pada penelitian dari ulama besar Muhammad Sulaiman al-Manshurfuri dan peneliti astronomi Mahmud Basya, yang menyatakan adanya perbedaan penentuan bulan April dalam kalender Masehi. (Muhadharat Tarikh al-Umam al-Islamiyah karya Syekh Muhammad Khudhari Beik dalam Ar-Rahiiq al-Makhtum Bahtsun fis Siratin Nabawiyyati ‘ala Shahibiha Afdhalush Shalati was Salam karya Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri)
Sejarah
Dalam Kitab Wafa’ul Wafa bi Akhbar Darul Mustafa, Nuruddin Ali mengisahkan seorang wanita berpengaruh yang menghidupkan peringatan Maulid Rasulullah untuk pertama kali. Wanita tersebut ialah istri dari Khalifah al-Mahdi bin Mansur al-Abbas (Khalifah Dinasti Abbasiyah ke-3), sekaligus ibu dari Khalifah Musa al-Hadi (Khalifah Dinasti Abbasiyah ke-4) dan Khalifah Harun al-Rasyid (Khalifah Dinasti Abbasiyah ke-5), yang diketahui bernama Khaizuran (w. 170 H/786 M). Pada saat itu, beliau datang ke Kota Mekkah dan Madinah, lalu memerintahkan penduduk agar mengadakan perayaan Maulid Nabi Muhammad, di Masjid Nabawi untuk penduduk Madinah, dan di rumah-rumah untuk penduduk Kota Mekkah.
Dalam literatur lain disebutkan bahwa perayaan Maulid Nabi Muhammad pertama kali diadakan oleh khalifah Mu’iz li Dinillah. Beliau adalah khalifah dinasti Fathimiyyah di Mesir. Akan tetapi pada masa pemerintahan Al-Afdhal bin Amir al-Juyusy, perayaan tersebut di larang, dan kembali marak pada masa Amir li Ahkamillah tahun 524 H. Pendapat tersebut dikemukakan oleh Ulama terkemuka Al-Hafidz Syamsuddin al-Sakhawi (w. 902 H).
KH. Muhammad Sholihin mengarang buku berjudul Di Balik 7 Hari Besar Islam, salah satu bab isi bukunya juga mengupas sejarah awal mula perayaan Maulid Nabi Muhammad. Diceritakan bahwa pada abad ke-13, umat Islam mengalami kekalahan dalam perang Salib. Khalifah Shalahuddin al-Ayyubi selaku Sultan Turki Utsmani yang memimpin Dinasti Ayyubiyah pada masa itu mengadakan sayembara penulisan kitab tentang sejarah hidup Rasulullah. Sayembara tersebut bertujuan untuk membangkitkan semangat jihad tentara umat Islam. Pada akhirnya, kitab sirah Nabi yang paling memikat hati umat Islam kala itu dan mampu membangkitkan semangat jihad, jatuh pada “Maulid Syarif al-Anam” karya Syaikh Idris al-Barzanji.
Dari situlah awal mula pembacaan barzanji Maulid Syarif al-Anam, dengan tujuan untuk membangkitkan semangat jihad di hati kaum Muslimin, seraya menanamkan rasa mahabbah kepada Nabi Muhammad.
Dalil, Makna, dan Esensi Peringatan
QS. Yunus ayat 58
قُلْ بِفَضْلِ ٱللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِۦ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا۟ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
"Katakanlah, dengan anugerah Allah dan rahmatNya (Nabi Muhammad) hendaklah mereka menyambut dengan senang gembira." (QS.Yunus: 58).
Dari ayat di atas, Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani menganjurkan untuk merasa turut bergembira atas kelahiran junjungan kita, Nabi Agung Muhammad. (Ikhraj wa Ta’liq Fi Mukhtashar Sirah An-Nabawiyah, hal 6-7).
Al-Imam Ibnu al-Haj, ulama dari kalangan madzhab Maliki mengatakan:
مَا مِنْ بَيْتٍ أَوْ مَحَلٍّ أَوْ مَسْجِدٍ قُرِئَ فِيْهِ مَوْلِدُ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ إِلَّا حَفَّتِ الْمَلاَئِكَةُ أَهْلَ ذَلِكَ الْمَكَانِ وَعَمَّهُمُ اللهُ تَعَالَى بِالرَّحْمَةِ وَالرِّضْوَانِ
“Tidaklah suatu rumah atau tempat yang di dalamnya dibacakan maulid Nabi ﷺ, kecuali malaikat mengelilingi penghuni tempat tersebut dan Allah memberi mereka limpahan rahmat dan keridloan”. (Disarikan oleh Syekh Yusuf Khathar Muhammad, dalam al-Mausu’ah al-Yusufiyyah)’
Pada hakikatnya, peringatan maulid Nabi Muhammad yang biasanya dirayakan dengan berkumpul bersama, tidak lain sebagai media dan momentum yang sangat bagus untuk berdakwah mengajak manusia ke jalan Allah SWT. Sudah menjadi kewajiban bagi para pendakwah dan juga kita selaku umat Nabi Muhammad. untuk mengingat dan mengenal Nabi Muhammad, khususnya mengenai akhlak, sifat, dan sikap berliau dalam ber-muamalah dengan para sahabat dan masyarakat pada saat itu. Merayakan maulid Nabi adalah upaya yang sangat baik untuk meningkatkan rasa mahabbah kepada sang manusia terbaik. Nabi Muhammad sendiri menjamin, siapa yang mencintai beliau kelak akan dikumpulkan bersama beliau di tempat yang mulia. Mereka-mereka yang dikumpulkan bersama Nabi adalah yang mendapatkan syafa’at beliau.
Semoga kita semua kelak mendapat syafaat Nabi, dikumpulkan bersama beliau dan orang-orang shaleh.
وَاللهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَاب
Penulis : Isyarotul Imamah
Daftar Pustaka
Amtsilatu at-Tashrifiyyah, Syeikh Muhammad Ma’shum bin ‘Ali.
Ar-Rahiiq al-Makhtum Bahtsun fis Siratin Nabawiyyati ‘ala Shahibiha Afdhalush Shalati was Salam, Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri.
Di Balik 7 Hari Besar Islam, KH. Muhammad Sholihin.
Ikhraj wa Ta’liq Fi Mukhtashar Sirah An-Nabawiyah, Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani.
Ilmu Sharaf terjemahan Matan Kailani dan Nazham Al-Maqsud, H. Moch. Anwar.
Khulashoh Nur al-Yaqin Fii Siiroh Sayyid al-Mursalin, ‘Umar ‘Abd Jabbar.
Mafahim Yajib ‘an Tushahhah, Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani.
Masail Katsuro Haulaha an-Niqosy wa al-Jidal, Syeikh As-Sayyid Zainal Al Sumaith.
Meluruskan Kesalahpahaman, Tarmanah Abdul Qasim, terjemah Mafahim Yajib ‘an Tushahhah karya Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani.
Muhadharat Tarikh al-Umam al-Islamiya, Syekh Muhammad Khudhari Beik.
Sejarah Maulid Nabi, Ahmad Tsauri.
Wafa’ul Wafa bi Akhbar Darul Mustafa, Nuruddin Ali.
Komentar
Mantappp,
Info kopi
Sangat Bermanfaat!!! Semangatt
Sangat bermanfaat
Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
Mengulas Kisah Tentang Ibadah Shalat yang Disyariatkan Pada Nabi dan Rasul Terdahulu
almasda.or.id-Seringkali menjadi pertanyaan di kalangan umat muslim, bagaimanakah dan atau adakah ibadah shalat Nabi-Nabi terdahulu sebelum Rasulullah shalallahu 'alaihi wa Sallam. ? Na
Tekstualitas-Historis Perjalanan Isra' dan Mi'raj Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam
Salah satu peristiwa penting nan agung yang terjadi pada bulan Rajab ialah perjalanan Isra' dan Mi'raj Rasulullah SAW. Kejadian tersebut jika menilik terlebih dahulu pada sirah Nabi Muh
Mantapp bintang 3